Selasa, 08 Desember 2009

karangan

KERANGKA KARANGAN



Uraian dan Contoh

1. Pengertian: Kerangka karangan merupakan rencana penulisan yang memuat garis-
garis besar dari suatu karangan yang akan digarap, dan merupakan
rangkaian ide-ide yang disusun secara sistematis, logis, jelas, terstruktur,
dan teratur.

2. Manfaat Kerangka Karangan:
Untuk menjamin penulisan bersifat konseptual, menyeluruh, dan terarah
Untuk menyusun karangan secara teratur.
Kerangka karangan membantu penulis untuk melihat gagasan-gagasan dalam sekilas pandang, sehingga dapat dipastikan apakah susunan dan hubungan timbal-balik antara gagasan-gagasan itu sudah tepat, apakah gagasan-gagasan itu sudah disajikan dengan baik, harmonis dalam perimbangannya.
Memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda-beda. Setiap tulisan dikembangkan menuju ke satu klimaks tertentu. Namun sebelum mencapai klimaks dari seluruh karangan itu, terdapat sejumlah bagian yang berbeda-beda kepentingannya terhadap klimaks utama tadi. Tiap bagian juga mempunyai klimaks tersendiri dalam bagiannya. Supaya pembaca dapat terpikat secara terus menerus menuju kepada klimaks utama, maka susunan bagian-bagian harus diatur pula sekian macam sehingga tercapai klimaks yang berbeda-beda yang dapat memikat perhatian pembaca.
Menghindari penggarapan topik dua kali atau lebih. Ada kemungkinan suatu bagian perlu dibicarakan dua kali atau lebih, sesuai kebutuhan tiap bagian dari karangan itu. Namun penggarapan suatu topik sampai dua kali atau lebih tidak perlu, karena hal itu hanya akan membawa efek yang tidak menguntungkan; misalnya, bila penulis tidak sadar betul maka pendapatnya mengenai topik yang sama pada bagian terdahulu berbeda dengan yang diutarakan pada bagian kemudian, atau bahkan bertentangan satu sama lain. Hal yang demikian ini tidak dapat diterima. Di pihak lain menggarap suatu topik lebih dari satu kali hanya membuang waktu, tenaga, dan materi. Kalau memang tidak dapat dihindari maka penulis harus menetapkan pada bagian mana topik tadi akan diuraikan, sedangkan di bagian lain cukup dengan menunjuk kepada bagian tadi.
Memudahkan penulis mencari materi pembantu.
Dengan mempergunakan rincian-rincian dalam kerangka karangan penulis akan dengan mudah mencari data-data atau fakta-fakta untuk memperjelas atau membuktikan pendapatnya. Atau data dan fakta yang telah dikumpulkan itu akan dipergunakan di bagian mana dalam karangannya itu.

Bila seorang pembaca kelak menghadapi karangan yang telah siap, ia dapat menyusutkan kembali kepada kerangka karangan yang hakekatnya sama dengan apa yang telah dibuat penggarapnya. Dengan penyusutan ini pembaca akan melihat wujud, gagasan, struktur, serta nilai umum dari karangan itu. Kerangka karangan merupakan miniatur atau prototipe dari sebuah karangan. Dalam bentuk miniatur ini karangan tersebut dapat diteliti, dianalisis, dan dipertimbangkan secara menyelurih, bukan secara terlepas-lepas.

3. Penyusunan Kerangka Karangan
Langkah pertama adalah merumuskan tema yang jelas berdasarkan suatu topik dan tujuan yang akan dicapai melalui topik tadi. Tema yang dirumuskan untuk kepentingan suatu kerangka karangan haruslah berbentuk tesis atau pengungkaan maksud.
Langkah kedua adalah mengadakan inventarisasi atau mengumpulkan topik-topik bawahan yang dianggap merupakan rincian dari tesis atau pengungkapan maksud tadi. Dalam hal ini penulis boleh mencatat sebanyak-banyaknya topik-topik yang terlintas dalam pikirannya, dengan tidak perlu langsung mengadakan evaluasi terhadap topik-topik tadi.
Langkah ketiga adalah mengadakan evaluasi semua topik bawahan yang telah tercatat pada langkah kedua di atas. Evaluasi tersebut dapat dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut:
Pertama: apakah semua topik yang tercatat mempunyai relevansi atau pertalian langsung dengan tesis atau pengungkapan maksud. Bila ternyata sama sekali tidak ada hubungan maka topik tersebut dicoret dari daftar di atas
Kedua: Semua topik yang masih dipertahankan kemudian dievaluasi lebh lanjut. Bila ada dua topik atau lebih yang hampir sama, maka harus dibuat perumusan baru yang mencakup semua topik tadi.
Ketiga: Evaluasi lebih lanjut ditujukan kepada persoalan, apakah semua topik sama derajatnya, atau ada topik yang sebenarnya merupakan bawahan atau rincian dari topik lain. Bila ada masukkanlah topik bawahan itu ke dalam topik yang dianggap lebih tinggi kedudukannya.
Keempat: Ada kemungkinan bahwa ada dua topik atau lebih yang kedudukannya sederajat, tapi lebih rendah dari topik yang lain. Bila terdapat hal yang demikian, maka usahakanlah untuk mencari satu topik yang lebih tinggi yang akan membawahi topik-topik tadi.
Untuk mendapatkan sebuah kerangka karangan yang sangat rinci maka langkah kedua dan ketiga dikerjakan berulang-ulang untuk menyusun topik-topik yang lebih rendah tingkatannya.
Sesudah semuanya siap masih harus dilakukan langkah yang terakhir, yaitu menentukan sebuah pola susunan yang paling sesuai untuk mengurutkan semua rincian dari tesis atau pengungkapan maksud sebagai yang telah diperoleh dengan mempergunakan semua langkah di atas. Dengan pola susunan tersebut semua rincian akan disusun kembali sehingga akan diperoleh sebuah kerangka karangan yang baik.

4. Pola Susunan Kerangka Karangan
Pola Alamiah
Susunan atau pola alamiah adalah suatu urutan unit-unit kerangka karangan sesuai dengan keadaan yang nyata di alam. Sebab itu susunan alamiah dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian utama, yaitu berdasar urutan ruang, urutan waktu, dan urutan topik yang ada.







PERENCANAAN KARANGAN

Penulisan sebuah karangan menuntut beberapa persyaratan yang harus dipenuhi.persyaratan ini menyangkut isi, bahasa, dan teknik penyajian oleh karena itu sebuah
karangan perlu direncanakan dan tentunya sesuai dengan penggolongan karangannya, baik menurut bentuk, ragam, jenis, rumpun, ataupun macam karangannya. Adapun penggolongan menurut bentuknya:
1.Cerita (Narasi)
2.Lukisan (Deskripsi)
3.Paparan (Eksposisi)
4.Bincangan (Argumentasi)
Penggolongan menurut jenis,ragam,dan rumpun memiliki keterkaitan yang saling berkaitan.
Dalam ragam sampai macam karangan kemungkinan pilihan semakin luas sehingga penentuan karangan yang akan ditulis harus semakin diarahkan untuk sampai pada pemilihan terakhir.
Kegiatan penulisan karangan dapat sebagai suatu kegiatan tunggal dan sebagai kesatuan proses.Dikatakan sebagai suatu kegiatan tunggal jika yang ditulis merupakan sebuah karangan yang sederhana,pendek,dan bahannya sudah dikuasai penuh.Sedangkan kegiatan yang merupakan proses, apabila kegiatan itu dilaksanakan dalam beberapa tahap yakni:
1.Tahap Prapenulisan
Dalam tahap prapenulisan direncanakan hal-halpokok yang akan mengarahkan penulis dalam seluruh kegiatan penulisan karangan.
2.Tahap Penulisan
Dalam tahap penulisan atau pengembangan,merupakan pelaksanaan tentang hal-hal yang direncanakan,yaitu pengembangan gagasan dalam kalimat-kalimat,satuan paragraf,bagian atau bab.
3.Tahap Revisi
Dalam tahap revisi yang dilakukan adalah membaca dan menilai kembali mengenai keseluruhan yang telah ditulis,memperbaiki,mengubah,bahkan diperluas kembali isi karangannya.
Namun dalam prakteknya ketiga tahap penulisan tersebut tidak dapat dipisahkan secara jelas karena sering bertumpang tindih.Pada saat membuat perencanaan,mungkin kita sudah mulai menulis dan pada waktu kita menulis mungkin kita sudah melakukan revisi disana sini. Tumpang tindah ini terutama terjadi jika yang ditulis karangan pendek berdasarkan sesuatu yang diketahui.Sedangkan dalam karangan yang panjang,seperti makalah,skripsi tahap-tahap penulisan itu terpisah secara jelas.
Dalam merencanakan sebuah karangan supaya menghasilkan suatu karangan yang baik dan sistematis,terdapat langkah-langkahnya yakni menentukan:

1.Topik dan Judul
Topik sering dikacaukan pemekaiannya dengan istilah tema,menurut asal katanya,tema merupakan bahasa Yunani “Tithenai” yang berarti menempatkan.Dari proses penulisan karangan,teme dan topik memiliki rumusan yang berlainan walaupun nantinya apa yang dirumuskan keduanya memiliki hakikat yang sama.Apabila topik bermakna pokok karangan (pokok pembicaraan atau permasalahan) maka tema diartikan sebagai landasan penyusunan karangan.Berdasarkan,pengertian tersebut,jelas bahwa topik memiliki ciri khas yang terletak pada permasalahanya yang bersifat umum dan belum terurai atau lebih singkat dan lebih abstrak daripada tema.Topik dirumuskan lebih dulu dari tema.Adapun sumber-sumber topik bisa melalui ;
a.Sumber pengalaman yaitu apa-apa yang pernah dialami seseorang
b.Sumbre pengamatan
c.Sumber imajinasi
d.Sumber pendapat atau hasil penalaran.
Untuk merumuskan topik yang baik dipergunakan ukuran serta dipertimbangkan beberapa hal yaitu:
1.Topik hendaknya menarik untuk dibahas.
Topik yang menarik bukan bagi penulisnya saja tetapi diperkirakan juga menarik untuk pembaca.Topik yang menarik perhatian penulis akan memungkinkan penulis berusaha untuk secara serius mencari data yang penting dan relevan dengan masalah yang sedang dikarang,serta akan menimbulkan kegairahan dalam mengembangkannya dan akan mengundang minat pembaca.
2.Dikuasai penulis.
Penulis hendak memiliki pengetahuan mengenai pokok-pokok permasalahan.Topik merupakan sesuatu yang lebih diketahui penulis daripada pembacanya
3.Menarik dan aktual.
Minat pembaca merupakan hal penting yang harus diperhatikan penulis walaupun yang menarik minat itu amat tergantung pada situasi dan latar belakang pembaca itu sendiri,namun hal-hal berikut merupakan sesuatu yang diminati masyarakat secara umum:yang aktual, penting, penuh konflik,rahasia,humor,atau hal-hal lain yang bermanfaat bagi pembaca.
4.Topik tidak terlalu luas atau membatasi topik.
Apabila topik itu terlalu luas, pembahasannya akan dangkal,sebaliknya topik yang terlalu sempit dalam sebuah karangan ilmiah,pembahasannya terlalu khusus tidak banyak berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.Pembatasan ruang lingkup memungkin penulis untuk mengarang dengan penuh keyakinan dan penuh percaya diri.Pembatasan topik dapat memberikan kesempatan bagi penulis untuk meneliti dan menelaah masalah yang akan ditulisnya secara intensif.Contoh untuk mempersempit atau membatasi topik untuk lebih speifik dari topik sebelumnya:
a.Menurut tempat:negara tertentu lebih khusus daripada dunia.”Bandung Daerah Wisata” dapat dipersempit “Tangkuban Perahu dDaerah Wisata”.
b.Menurut waktu atau periode / zaman : “Kebudayaan Indonesia” dapat dikhususkan menjadi “Perdagangan Pada Zaman Majapahit”.
c.Menurut sebab akibat : “Krisis Moneter” dapat dikhususkan menjadi “ Banyaknya Perusahaan Yang Gulung Tikar”.
d.Menurut pembagian bidang kehidupan manusia : Poleksosbud,agama,kesenian,…dan sebagainya.Karangan tentang “ Usaha Pemerintah Dalam Ekonomi “ dapat diperkhususkan lagi menjadi “ Kebijakan Inflasi Dalam Bidang Ekonomi Pada Masa Krisis Moneter “.
e.Menurut aspek khusus umum / indivial kolektif : “ Dampak Globalisasi Bagi Masyarakat Di Jakarta “.
f.Menurut objek material dan objek formal.
Objek material adalah bahan yang dibicarakan .Objek formal adalah sudut dari mana bahan itu kita tinjau,misalnya” Kesusastraan Indonesia ( objek material ) “ Ditinjau dari Sudut Gaya Bahasanya “ ( Bahan formal ). “ Kepemimpinan Ditinjau dari Sudut Pembentukan Kader-kader Baru,”Keluarga Berencana Ditinjau dari Segi Agama “.
Judul karangan pada dasarnya adalah perincian atau jabaran dari topik atau judul merupakan nama yang diberikan untuk bahasan atau karangan,judul berfungsi sebagai slogan promosi untuk menarik minat pembaca dan sebagai gambaran isi karangan.Judul lebih spesifik dan sering menyiratkan permasalahan atau variabel yang akan dibahas.
Judul yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.Relevan,ada hubungan dengan isi karangan (topik)
b. Provokatif,dapat menimbulkan hasrat ingin tahu pembaca
c.Singkat,mudah dipahami dan enteng diingat
d.Judul sebaiknya dinyatakan dalam bentuk frase.
Secara umum terdapat model perumusan judul karangan:
1.Model judul untuk karangan populer seperti artikel untuk koran dan majalah,cenderung menggunakan judul-judul yang singkat dan sangat provokatif
2.Model judul untuk karangan ilmiah

2.Tema
Tema berarti pokok pemikiran,ide atau gagasan serta yang akan disampaikan oleh penulis dalam karangannya disebut tema karangan.Tema dapat diartikan sebagai pengungkapan maksud dan tujuan,tujuan yang dirumuskan secara singkat dan wujudnya berupa satu kalimat disebut tesis.Walaupun tema sebenarnya berada didalam pikiran penulis, sebaiknya tema tetap dirumuskan secara eksplisit dalam bentuk kalimat yang panjang lebar, terutama bagi penulis pemula. Perhatikan contoh dibawah ini.
Topik : Belajar mengemukakan pendapat secara efektif.
Tujuan :Menjelaskan dan memahami bagaimana cara mengeluarkan pendapat secara lisan,tertulis, logis, dan sistematis dalam bahasa yang baik secara efektif dan efisien.
Perumusan tema hendaknya memperhatikan hal-hal berikut :
a.Kejelasan,tema hendaknya dirumuskan dengan kalimat yang jelas,tidak berbelit-belit.
b.Kesatuan tema yang baik adalah tema yang memiliki satu gagasan sentral.Sentralisasi gagasan ditandai oleh jumlah masalah pokok yang hendak digarap penulis.
c.Keaslian (originalitas), hal ini penting untuk menciptakan kesegaran dan daya tarik karangan.

3.Pembuatan Outline
Kerangka karangan adalah rencana kerja yang mengandung ketentuan- ketentuan tentang pembagian dan penyusunan gagasan yang memuat garis-garis besar suatu karangan. Fungsi utma kerangka karangan adalah mengatur hubungan antara gagasan-gagasan yang ada. Adapun manfaat kerangka karangan adalah:
Memudahkan penyusunan kerangka secara teratur sehingga karangan menjadi lebih sistematis dan mencegah penulis r dari sasaran yang sudah dirumuskan dalam topic atau judul
Memudahkan penempatan antara bagian karangan yang penting dan yang tidak penting.
Menghindari timbulnya pengulangan pembahasan.
Memperlihatkan bagian-bagian pokok karangan secara memberaikan kemungkinan bagi perluasan bagian-bagian tersebut sehingga membantu penulis menciptakan suasana yang berbeda-beda dengan fariasi yang diinginkan.
Membantu mengumpulkan data dan sumber-sumber yang diperlukan.

Kerangka karangan dapat mengalami perubahan terus menerus untuk mencapai suatu bentuk yang lebih sempurna. Kerangka karangan dapat berbentuk catatan-catatan sederhana tetapi dapat juga mendetail. Kerangka yang belum final disebut outline sementara, sedangkan kerangka yang sudah tersusun rapih dan lengkap disebut outline final.
Dalam proses penyusunan kerangka karangan ada tahap yang harus dijalani, yaitu memlih topik, mengumpulkan informasi, mengatur gagasan dan menulis kerangka itu sendiri. Adapun langkah-langkah penyusunan kerangka karangan adalah sebagai berikut:
Mencatat semua ide
Langkah ini dilakukan setelah penentuan topic atau tema dan tujuan karangan. Dalam langkah ini semua ide yang muncul nerkenaan dengan topic karangan yang diinfentarisasikan tanpa kecuali.
Menyeleksi ide-ide
Dasar-dasar penyeleksian adalah:
Relefan-tidaknya ide dengan topic atau tujuan karanagan
Penting-tidaknya ide tersebut untuk dibahas.
Dikuasai-tidaknya ide tersebut oleh penulis.
Ada tidaknya data atau penunjang untuk membahasnya.
Mengurutkan dan mengelompokkan ide-ide secara tepat.
Langkah penyeleksian bertn untuk menyelesikan ide-ide dengan topik karangan. Namun demikian langkah langkah itu belum menjamin kelogisan hubungan antara ide-idenya.Untuk itulah diperlukan langkah pengurutan dan pengelompokan.Ide-ide yang berdekatan,disatukan dalam satu topic atau pada rumusan ide yang lebih luas.
Dengan berpedoman pada kerangka karangan,seorang penulis dapa menyusun karangan secara teratur dan mempersiapkan bahanyang dipersiapkan,karena pada prinsipnya menyusun kerangka berarti memecahkan topic ke dalam subtopic dan mungkin selsnjutnya kedalam sub-sub topic.
Cara penyususan ide-ide dapat dilakukan dalam berbagai pola pengembangan,dalam berbagai bentuk karangan :
1.Narasi
Pola pengembangannya dapt disusun dari mulai :
a. urutan kejadian
b. penjelas tentang proses
c. sorot balik
d. titik pandang
d. akibat dramatis
2. Deskripsi
Pola pengembangan bisa dimulai dari :
a. spasial
b. objekip
c. subjektip
d. observasi
e. fokus
f. seleksi
3. Eksposisi
a. proses
b. kausalitas
c. klimaks

4.Pengumpulan Data
Pada waktu memilih dan membasi topik kita hendaklah sudah memperkirakan kemungnan memdapatkan bahan. Dengan membatasi topik, penulisan sebetulnya sudah memusatkan perhatian pada topik yang terbatas,serta mengumpulkan bahan yang khusus pula.Dengan dahan–bahan yang khusus ini kita berusaha membahas topic sacara terinci dan memdalam.
Sumber Bahan Penulisan
Yang dimaksud dengan bahan penulisan ialah semua informasi yang digunakan untuk mencapai tuluan penulisan .Informasi itu,mungkin merupakan teori ,contoh-contoh ,rincian atau detil,perbandingan, sejarah kasus, fakta, hubungan sebab akibat ,pengujian dan pembuktian, angka-angka ,kutipan, gagasan dan sebagainya.
Sumber-sumber penulisan :
a.Bahan dari bacaan
Kita dapat mencari bahan penulisan dengan membaca buku-buku ,malah,dan bahan-bahan bacaan lainnya terutama di perpustakaan.
Bahan bacaan di perpustakaan di bedakan menjadi tiga:
1.Bahan bacaan yang memberikan gambaran umum tentang topic yang dipilih
2.Bahan bacaan yang harus dibaca kritik dan mendalam
3.Bahan bacaan tambahan sabagai pelengkap bahan-bahan yang sudah data.
b.Pengamatan
Agar dapat melakukan pengamatan secara cermat,kita perlu berlatih mengamati sebuah objek dari jarak yang lebihdekat.Dalam hal ini tentunya diperlukan konsenyrasi dan minat yang memadai .Jika kita tidak memeliki perhatian dan minat yang memadai maka kita akan memperoleh bahan berupa kesan umum yang kerap sekali kurang jelas.
c. Wawancara dan angket
Wawancara adalah suatu cara mengumpulkan bahan dengan menanyakan langsung kepada informan atau orang yang berwenang. Angket ialah daftar pertanyaan yang disampaikan sasaran untuik diisi melalui angket ini kita dapat memperoleh keterangan dari responden dalam wilayah yang lebih luas
d. .Kewenangan
Pendapat yang dikemukakan oleh orang yang berwenang, juga dapat dijadikan bahan penulisan. Hanya dalam hal ini kita harus berhati hati dalam memilihnya. Sikap kritis kita dituntut karena pendapat yang dikemukakan sering bersifat subjektif.
5. Penulisan Draft
Penulisan draft merupakan pengklasifikasian data yang telah terkumpul yang kemudian disusun menjadi sebuah wacana yang terdapat dalam karangan.
6. Penyuntingan wacana
Dalam penulisan karangan hendaknya melakukan pengeditan ulang terhadap bahan yang akan disajikan karena bahan tersebut harus sesuai dengan bahasa diksi,alinea dan kalimat. Contohnya: Penulisan kutipan yang benar, penulisan kata serapan yang sesuai EYD.


Buka Juga
KLIK sigodang.blogspot.com
KLIK ferdinan01.blogspot.com
KLIK jajantambahan.blogspot.com

pergunakan blog, friendster, facebook anda untuk menghasilkan uang. klik dibawah ini..???
KLIK Kumpulblogger.com
ATAU
KLIK http://www.meliaviral.com



Diposkan oleh Ferdinan Deje S di 09:17 Label: Menulis

Senin, 07 Desember 2009

puisi

KRAWANG-BEKASI

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

(1948)
Brawidjaja,
Jilid 7, No 16,
1957

diksi

1. Pendahuluan

Setiap hari mulai dari bangun tidur hingga kembali untuk tidur, kita senantiasa melihat, mendengar, dan membaca iklan. Ketika membaca koran, mendengarkan radio, menonton televisi, berjalan-jalan di pusat perbe-lanjaan, di pasar, selalu ada iklan. Iklan selalu hidup dan berada kapan saja dan di mana saja dalam kehidupan kita.

Keberadaan iklan dimulai di Inggris tahun 1472, melalui kemun-culan iklan cetak berupa buku baru doa gereja yang ditempelkan di gerbang. Surat kabar pertama yang terbit di London tahun 1650 mulai menggu-nakan iklan terselubung karena iklan belum ditata secara profesional. Di Amerika, surat kabar pertama yang memasang iklan pada terbitannya adalah

terkandung dalam wacana iklan berbahasa Indonesi. Tulisan ini adalan kajian singkat terhadap iklan berbahasa Indonesia.

Penulis mengambil data dari media cetak dan audiovisual. Data media tulis, penulis ambil dari surat kabar, spanduk, baliho, papan reklame, sedangkan data dari media elektronik penulis ambil dari iklan televisi (melalui perekaman audio maupun visual). Data dipilih secara acak sesuai dengan trend masyarakat. Data dan analisisnya masih sangat sederhana sehingga temuannya

pun boleh jadi baru bersifat hipotetis. Kajian lebih lanjut dengan data yang lebih memadai, dengan kedalaman analisis yang lebih baik tentu akan dapat menjelaskan temuan dalam tulisan ini.

Pengembangan laras bahasa iklan menjadi daya tarik untuk tujuan ekonomi dalam ranah advertising. Selain itu, diharapkan melalui pene-laahan yang mendalam eksistensi bahasa iklan memberikan informasi yang positif yang dapat mengubah pola pikir, sikap, dan perilaku yang dapat menyadarkan masyarakat untuk dapat memilah mana yang diperlukan sehing-ga tidak berperilaku konsumtif. Dengan kata lain, melalui pilihan kata yang tepat diharapkan iklan dapat memberi pembelajaran yang positif pada berbagai kalangan masyarakat Indonesia untuk malu melakukan sesuatu perbuatan, pekerjaan, kebi-asaan, dan tingkah laku yang kurang baik. Melalui sindiran, ejekan yang bersifat sarkasme dan sinisme mampu mengungkapkan kondisi sosial, budaya, politik, dan lain-lain.

2. Bahasa Iklan

Bahasa dalam iklan dituntut mampu menggugah, menarik, meng-identifikasi, menggalang kebersamaan, dan mengombinasinasikan pesan dengan komparatif kepada khalayak (Stan Rapp & Tom Collins, 1995:152). Struktur kata dalam iklan menggugah: mencermati kebutuhan konsumen, memberikan solusi, dan memberikan perhatian; informatif : kata-katanya harus jelas, bersahabat, komunikatif; persuasif: rangkaian kalimatnya mem-buat konsumen nyaman, senang, dan menghibur. Contohnya pada iklan rokok A-Mild dalam seri “Tanya kenapa”. Iklan tersebut dipasang di sepanjang jalan tol. Iklan tersebut bertuliskan “terhambat di jalan bebas hambatan” dengan visual yang dilatari oleh kemacetan mobil. Oleh karena itu, iklan tersebut dipasang di sepanjang jalan tol di Jakarta. Dapat dipastikan target audience adalah pengguna jalan tol tersebut. Namun, apa kaitan kata-kata itu dengan rokok A-Mild?

Seperti kita ketahui bahwa iklan-iklan seri tersebut selalu berisi kritik sosial. Dalam konteks ini, iklan rokok A-Mild mengusung brand rokok yang cerdas dan kritis terhadap kondisi masyarakat. Iklan A-mild ini unik sekaligus menghibur. Kerapkali kita menemukan pesan, misalnya saat bulan Ramadan “ngobrol jangan cuma setahun”. Menjelang Idul Fitri “karena maaf jadi gampang, jadi gampang bikin salah ( ) gampang maafin ( ) gampang bikin salah” Sebagian orang akan mengernyitkan dahi pada waktu membaca atau mendengar iklan tersebut. Perlu pemikiran yang cukup cermat dan agak lama. Untuk sebagian orang lagi, iklan ini memberikan makna yang sangat dalam bahwa masyarakat harus peka terhadap hal-hal yang tidak lugas. Contoh lain iklan A-mild yang mengandung pesan implisit “Jalan pintas dianggap pantas”, “Gali lubang Tutup Lupa”, “Kalo banyak celah kenapa harus nyerah”, “Terus terang, Terang Ga bisa Terus-terusan”, “Mau pintar, ko mahal”, “Susah ngeliat orang seneng, seneng ngeliat orang susah”, semua kalimat tersebut selalu diakhiri kalimat “Tanya kenapa?”.

Bahasa yang dipakai dalam iklan harus mengarahkan target audience untuk membeli, meng-gunakan, atau

beralih pada produk jasa yang diiklankan. Gaya bahasa yang dipakai harus disesuaikan dengan siapa ia berbicara, bagaimana kebiasaan perilaku, di mana mereka berada.

Akan tetapi ada yang berpen-dapat bahwa bahasa dalam iklan terkadang dipandang menarik, jika bersifat main-main, atau menurut Hakim (2006) bersifat “lanturan”. Menurutnya “lanturan” berbeda dengan kata yang melantur atau ngawur, tidak nyambung dengan topik yang dibahas. Sementara lanturan adalah sengaja melantur atau melantur dengan tujuan. Namun, lanturan yang dibuat harus selalu dijaga relevansinya. Hal yang paling dekat dengan lanturan adalah plesetan. Orang muda saat ini tidak merasa gaul jika tidak banyak berplese-tan dalam bercanda. Orang tertawa ketika mendengar plesetan karena relevansinya. Relevansi dalam konteks ini adalah kata asli yang diplesetkan-nya.

Sugiyono (2007) mengatakan bahwa dalam setiap iklan memunculkan unsur pengingat catcher baik yang berupa suara, gambar, atau bahasa verbal menjadi amat penting sehingga suatu saat hanya dengan mendengar, melihat, atau membaca pengingat itu, konsumen langsung terhubung dengan produk yang diiklankan. Contoh ini dapat ditemukan pada masa ospek di tingkat pendidikan menengah. Siswa baru harus membawa barang-barang yang harus mereka terjemahkan dari kata-kata (catcher) yang ada pada iklan barang tersebut, seperti membawa minuman selamet (minuman Fruity yang diiklankan dengan mengangkat kata selamet; selamet penjaga sekolah, selamet kan badak jawa), minuman Riyo Mori (bintang iklan minuman, You C 1000, yang seorang Miss Universe2007 dari Jepang yang bernama Rio Mori), 1 gigitan 4 kelezatan (coklat beng beng), minuman biar nggak jajan (minuman Okky Jelly), minuman darah bangsawan bersoda (pepsi blue), coklat pelit, snack mendesah, snack nggak sengaja (biscuit oopss).

3. Perang Iklan Melalui Bahasa Verbal

Permainan bahasa dan pemakaian makna konotatif umum dipakai dan diterapkan pada bahasa iklan. Contohnya sebuah lembaga pendidikan beriklan menggunakan kata-kata yang secara sepintas bermakna konotatif Akademi X tempat kuliah orang berdasi. Makna orang berdasi yaitu pekerja kantoran, eksekutif, orang yang berkelas. Pemakaian makna konotatif memberi-kan imej lembaga yang diiklankan adalah tempat kuliah orang-orang berdasi. Pada kenyataannya, seragam yang digunakan lembaga pendidikan tersebut memang menggunakan seragam baju lengan panjang, celana berwarna gelap, dan berdasi. Ternyata orang berdasi yang dimaksud dalam iklan adalah makna denotatif atau makna sesuangguhnya. Pembalikan logika dalam iklan bisa jadi untuk mengelabui belaka.

Perang iklan melalui bahasa verbal, contoh lainnya adalah Gery Toya Toya yang melabrak iklan coklat wafer momogi. Dalam iklan tersebut divisualkan seorang anak yang gemuk berkaus merah. Isi percakapannya

• Kirain coklat ga taunya broklat - Mau lagi?

• Gak! Gak mow-mow lagi!

Iklan tersebut menyindir coklat wafer Momogi, karena pada kemasan coklat tersebut tertulis “Satu kelezatan terbaru dari MOMOGI, Wafer Vanila Chocolate! Bentuknya yang panjang memberikan kepuasan yang lebih lama, dengan rasa vanilla coklatnya yang beda dari wafer lain, khusus untuk kalian yang suka wafer dua rasa. Sekali coba MOMOGI . . . pasti mow mow lagi”.

Dengan melihat dua hal itu, sejumlah produsen cenderung meng-gunakan permainan bahasa melalui slogan dan simbol dari produk saingan-nya untuk menunjukkan keunggulan produk mereka (http//peni-usd.vox.com/library).

4. Bahasa Iklan dan Maksud Penggunanya

Iklan adalah produk tontonan yang dikemas dalam sebuah rangkaian yang berisi berbagai tanda, ilusi, manipulasi, citra, dan makna (Arixs, 2006). Informasi melalui iklan dinilai berpengaruh langsung maupun taklangsung terhadap persepsi, pema-haman, dan tingkah laku masyarakat (Darmawan, 2006).

Studi bahasa sangat dikuasai oleh kecenderungan untuk menjelaskan bahasa berdasarkan sistem formalnya dan mengabaikan unsur pengguna bahasa. Pragmatik merupakan tataran yang ikut memperhitungkan manusia sebagai pengguna bahasa.

Yule (1996:3) menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (a) bidang yang mengkaji makna pembicara; (b) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (c) bidang yang melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasi-kan oleh pembicara; (d) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu. Thomas (1995:2) memandang pragmatik dari dua sudut pandang, (1) sudut pandang sosial, menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara speaker meaning; (2) sudut pandang kognitif, menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran utterance interpretation. Selanjutnya Thomas (1995:22) mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran, mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makna dalam interaksi meaning in interaction.

J.L. Austin (dalam Thomas 1995:31) melalui analisis perfor-matifnya, yang menjadi landasan teori tindak-tutur (speech act), berpendapat bahwa dengan berbahasa kita tidak hanya mengatakan sesuatu (to make statements), melainkan melakukan sesuatu (perform actions). Ujaran yang bertujuan mendeskripsi-kan sesuatu disebut konstatif dan ujaran yang bertujuan melakukan sesuatu disebut performatif. Yang pertama tunduk pada persyaratan kebenaran, benar-salah (truth condi-tion) dan yang kedua tunduk pada persyaratan kesahihan (felicity condition) (Gunarwan, 2004:8).

Contoh

(1) Dengan ini, saya nikahkan (performatif)

(2) Rumah Luna terbakar (konstatif)

Dalam contoh (2) struktur dalam ujaran dapat saja berbunyi Saya katakana bahwa rumah luna terbakar. Austin, kemudian mengklasifikasikan tindak tutur dalam tiga aktivitas pembicara, yaitu lokusi (locutionary act), ilokusi (illocutionary act), dan perlokusi (perlocutionary act) (Yule, 1996:48). Tindak lokusi diartikan sebagai pengujaran kata atau kalimat dengan arti yang tetap dengan maksud tertentu atau berkaitan dengan produksi ujaran yang bermakna, tindak ilokusi adalah pembuatan pernyataan, perintah, janji, dalam sebuah ujaran menurut kese-pakatan yang berhubungan dengan ujaran atau dengan ekspresi performatif. Dengan kata lain berkaitan dengan intensi atau maksud pembicara, dan tindak perlokusi merupakan penga-ruh atau akibat yang ditimbulkan oleh kata-kata atau kalimat ujaran terhadap pendengar dan situasi ujaran. Jadi, perlokusi berkaitan dengan efek pema-haman pendengar terhadap maksud pembicara yang terwujud dalam tindakan (Thomas, 1995:49). Tindak tutur yang dikembangkan oleh Searle (Gunarwan, 2004:9) berupa tindak tutur langsung (direct speech-act) dan tindak tutur tidak langsung (indirect speech-act). Contoh dari tiga tindak tutur tersebut

(1) “Tembak!”

Ketika seorang komandan menyatakan ujaran tersebut, ia melakukan tindakan lokusi (Wahab, 1995:47).

(2) “Saya tidak bias pergi”.

Ketika seseorang menyatakan ujaran ini kepada temannya, ia tidak hanya menyatakan ujaran tersebut, tetapi juga melakukan tindakan, yaitu meminta maaf. Dengan demikian, ia melakukan tindak ilokusi (Wijana, 1996:18).

Leech (1993:162) membagi tindak ilokusi dalam empat kategori, yaitu a. kompetitif, tujuan ilokusi bersaing dengan tujuan sosial, missal-nya memerintah, meminta, menuntut, dan mengemis; b. menyenangkan, tujuan ilokusi sejalan dengan tujuan sosial, misalnya menawarkan, mengajak / mengundang, menyapa, mengucapkan terima kasih, dan mengucapkan selamat; c. bekerja sama, tujuan ilokusi tidak menghiraukan tujuan sosial, misalnya menyatakan, melapor, mengumumkan, dan menga-jarkan; d. bertentangan, tujuan ilokusi bertentangan dengan tujuan sosial, misalnya mengancam, menuduh, menyumpahi, dan memarahi

Searle (dalam Leech, 1993:164) menyebut lima jenis fungsi tindak-tutur, yaitu asertif atau representatif merupakan tindak-tutur yang menyatakan tentang sesuatu yang dipercayai pembicarnya benar, missal-nya menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan; direktif meru-pakan tindak-tutur yang menghendaki pendengarnya melakukan sesuatu, misalnya memesan, memerintah, memohon, member nasihat; komisif merupakan tindak-tutur yang diguna-kan pembicarnya untuk menyatakan sesuatu yang akan dilakukannya, misalnya menjanjikan, menawarkan, berkaul; ekspresif merupakan tindak-tutur yang menyatakan perasaan pembicaranya, misalnya mengucapkan terima kasih, selamat, maaf, mengecam, memuji; dan

deklarasi merupakan tindak tutur yang mengu-bah status sesuatu, misalnya mengundurkan diri, memecat, member nama, menjatuhkan hukuman (Littlejohn 2002:80 dan Yule, 1996:53-54).

A. Tindak Tutur

“Minum makanan bergizi”, dalam ungkapan itu penutur mengatakan bahwa jika pendengar minum Energen berarti ia meminum makanan bergizi (lokusi), penutur melakukan tindak menyatakan bahwa minum energen berarti minum makanan bergizi (ilokusi), penonton membeli produk Energen dan merasakan manfaat gizi yang terkandung di dalamnya. “Buktikan nikmatnya, dapatkan hadiahnya”, penutur mengatakan pendengar harus membuktikan kenikmatan Torabika dan pendengar akan mendapatkan hadiahnya (lokusi), penutur melakukan tindak menyatakan bahwa pendengar harus membuktikan kenikmatan Torabika dan pendengar akan mendapatkan hadiahnya (ilokusi), penonton membeli produk Torabika dan membuktikan kenikmatannya dan mendapatkan hadiahnya. “Ngga ada kamu, ngga ‘rame’”penutur mengata-kan bahwa kalau tidak ada pendengar tidak ramai (lokusi), penutur melakukan tindak menyatakan bahwa kalau tidak ada pendengar tidak ramai (ilokusi), penonton membeli produk Sampoerna Hijau dapat membuat suasana menjadi ramai. “Kamu adalah kamu” penutur mengatakan bahwa kamu adalah kamu (lokusi), penutur melakukan tindak menyatakan bahwa kamu adalah kamu (ilokusi), penonton membeli produk U Mild yang dapat membuat ia menjadi dirinya sendiri. “Untung pakai Esia”, penutur mengatakan bahwa untung ia memakai Esia (lokusi), penutur melakukan tindak menyatakan bahwa untung ia pakai Esia (ilokusi), penonton memakai Esia karena Esia sangat murah biayanya (perlokusi).

B. Jenis Ilokusi

“Minum makanan bergizi”, penutur mengatakan bahwa kalau pendengar minum Energen

berarti pendengar minum makanan bergizi (ilokusi langsung), penutur meminta pendengar untuk minum Energen karena mengandung makanan bergizi (ilokusi taklangsung); “Ngga ada kamu, ngga ‘rame’”penutur menyatakan bahwa kalau tidak ada pendengar suasananya tidak ramai (ilokusi langsung), penutur mengajak pendengar mengonsumsi Sampoerna Hijau yang dapat membuat suasana ramai.

Fungsi ilokusi dari contoh-contoh iklan di atas adalah asertif penutur melakukan tindak menyatakan bahwa minum Energen berarti minum makanan bergizi, penutur melakukan tindak menyatakan bahwa kalau tidak ada pendengar tidak ramai, penutur melakukan tindak menyatakan bahwa untung ia memakai Esia.

5. Simpulan

Bahasa yang dipergunakan dalam iklan di media massa dan elektronik seringkali tidak sesuai dengan kaidah bahasa yang baik dan benar, contohnya iklan operator telepon seluler. Dengan demikian, penggunaan bahasa yang tidak efektif menyebabkan pesan yang ingin disam-paikan pada konsumen

tidak tepat sasaran. Akan tetapi, iklan memerlukan tampilan yang dikemas dengan bahasa membumi, kontekstual, dan ‘gaul’. Kondisi ini yang menyebabkan ada keprihatinan pada banyak kalangan. Ada yang berpendapat bahwa bahasa iklan tidak mesti sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, tetapi belum ada kriteria bagaimana sebaiknya bahasa iklan tersebut. Bila membuat iklan dengan memperhatikan kaidah bahasa meng-gunakan pola SPOK, menggunakan kalimat efektif, kata-kata yang diguna-kan akan sangat panjang dan kurang menarik. Bahasa dalam iklan terkadang dipandang menarik, jika bersifat main-main, atau bersifat “lanturan”. Hal yang paling dekat dengan lanturan adalah plesetan. Orang muda saat ini tidak merasa gaul jika tidak banyak berplesetan dalam bercanda. Orang tertawa ketika mendengar plesetan karena relevan-sinya. Relevansi dalam konteks ini adalah kata asli yang diplesetkannya. Kata-kata dalam iklan merupakan tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi; kata-kata tersebut merupa-kan jenis ilokusi langsung dan taklangsung, dan memiliki fungsi asertif.

Dalam setiap iklan harus di-munculkan unsur pengingat catcher baik yang berupa suara, gambar, atau bahasa verbal menjadi amat penting sehingga suatu saat hanya dengan mendengar, melihat, atau membaca pengingat itu, konsumen langsung terhubung dengan produk yang diiklankan. Kata yang dipilih harus dapat memberi ketepatan makna karena pada masyarakat tertentu sebuah kata sering mempunyai makna yang baik, dan pada masyarakat lain memberikan makna yang kurang baik. Penggunaan kata harus disesuaikan dengan norma kebahasaan suatu kalangan.

6. Pustaka

Austin, John L. 1962. How to Do Things with Word (edisi kedua). Oxford: Oxfod University Press.

Brown, Penelope., dan Stephen C. Levinson. 1978. Politeness: Some Universal in Language Usage. Cambridge: Cambridge University Press.

Brown, Gillian., George Yule. 1996. Analisis Wacana. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta : Kencana

Darmawan, Ferry. Posmodernisme Kode Visual dalam Iklan Komersial”. Jurnal Komunikasi Mediator. 2006.

Fiske, John. 2004. Cultural and Communication Studies. Yogyakarta : Jalasutra.

Gunarwan, Asim. 2004. Dari Pragmatik ke Pengajaran Bahasa (Makalah Seminar Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah). IKIP Singaraja.

Kaswanti, Bambang (ed). 2000. Kajian Serba Linguistik untuk Anton Moeliono Pereksa Bahasa. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta : UI Press.

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Nurhayati, Eva. upt@pustakaupi.or.id URN etd-1221105-100307. Kajian Wacana Iklan Berbahasa Indonesia di Radio Ditinjau dari Sudut Pragmatik. Bandung:UPI.

Sumarsono. 2007. Sosiolinguistik. Yogyakarta : Sabda.

Thomas, Linda., & Shan Wareing. 2007. Bahasa Masyarakat dan Kekuasaan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Yule, George. 1996. Pragmatics. Oxford. Oxford University Press.

http://www.Kompas.com/Kompas-cetak/0611/18/humaniora/3101490

http://peni-usd.vox.com/Library/post/Kegiatan belajar-2-bahasa-iklan-html.