Kamis, 23 Desember 2010

penangulangan bencana alam




Cara Menghadapi Bencana Alam
A. Penyebab Terjadinya Bencana Alam
Bencana alam merupakan peristiwa yang tidak kita harapkan datangnya. Sebab jika bencana tersebut datang maka akan mampu merusak segala sesuatu yang ada di sekitar kita, bahkan mampu merenggut jiwa manusia. Bencana alam yang mampu menghancurkan suatu daerah yang luas dan menyebabkan kerugian yang besar merupakan proses alami.
Terjadinya bencana alam dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Alam
Bencana alam murni penyebab utamanya adalah alam itu sendiri.
Contoh bencana alam murni adalah gempa bumi, tsunami, badai atau letusan gunung berapi. Bencana-bencana tersebut bukan disebabkan oleh ulah negatif manusia.
2. Perbuatan Manusia
Bencana alam yang terjadi karena ulah manusia yang tidak bertanggung jawab. Bukan berarti bencana ini dibuat oleh manusia tetapi akibat dari ulah manusia atau dipicu dari perbuatan manusia, seperti penebangan hutan secara liar, penambangan liar, pengambilan air tanah secara berlebihan dan lain-lain. Perbuatanperbuatan tersebut lambat laun akan menyebabkan bencana alam seperti banjir, tanah longsor, atau erosi tanah.

B. Mencegah dan Menghadapi Bencana Alam

a. Bencana Alam Geologis
Bencana alam geologis adalah bencana alam yang disebabkan oleh faktor yang bersumber dari bumi.
b. Bencana Alam Klimatologis
Bencana alam klimatologis adalah bencana alam yang disebabkan oleh cuaca yang berubah.
c. Bencana Alam Ekstraterestrial
Bencana alam ekstraterestrial adalah bencana alam yang disebabkan oleh benda dari luar angkasa.

Contoh kejadian bencana Alam
a. Bencana Alam Geologis
1) Gempa bumi
2) Letusan gunung api
3) Gerakan tanah atau tanah longsor
4) Tsunami
5) Seiche atau tsunami dalam skala kecil

b. Bencana Alam Klimatologis
1) Banjir
2) Banjir bandang
3) Badai
4) Kekeringan
5) Kebakaran hutan

c. Bencana Alam Ekstraterestrial
Hantaman meteor atau benda dari angkasa luar yang menabrak bumi. Hal ini terjadi pada tahun 1908 di Rusia. Meteor atau bintang beralih jatuh ke bumi dan mengakibatkan lubang yang

Mengenal dan mengantisipasi bencana alam :

a. Gempa Bumi
Gempa bumi merupakan gejala alam yang sampai sekarang masih sulit untuk diperkirakan kedatangannya. Sehingga dapat dilihat bahwa gejala alam ini sifatnya seolah-olah mendadak dan tidak teratur. Dengan sifat seperti ini, ketika usaha-usaha untuk memperkirakan masih belum menampakkan hasil, maka usaha yang paling baik dalam mempersiapkan diri dengan cara mengatasi bencana alam ini adalah dengan mitigasi.

Mitigasi yaitu mengurangi kerugian yang akan ditimbulkan oleh bencana. Usaha mitigasi adalah meningkatkan ketahanan dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana alam sehingga risiko bencana alam dapat dikurangi.
Para ahli menyimpulkan walau datangnya gempa tidak dapat diperkirakan kedatangannya tetapi ada beberapa gejala alam yang patut dicermati dan dianggap sebagai tanda akan adanya gempa, sebagai berikut.
1) Adanya awan yang berbentuk aneh seperti batang yang berdiri secara lurus ke atas. Hal ini kemungkinan besar merupakan awan yang disebut awan gempa yang biasanya muncul sebelum terjadinya gempa. Awan berbentuk seperti batang ini terjadi karena adanya gelombang elektromagnetis
berkekuatan sangat besar dari dalam perut bumi sehingga menyerap daya listrik yang ada di awan. Gelombang elektromagnetis ini terjadi akibat adanya pergeseran patahan lempeng bumi. Tetapi tidak semua awan yang berbentuk seperti itu adalah awan gempa, mungkin saja itu adalah asap dari pesawat terbang. Jika ada tanda seperti itu maka perlu untuk diwaspadai. Untuk lebih meyakinkan lagi maka dapat dilakukan uji medan elektromagnetik.
2) Terdapat medan elektromagnetik di sekitar kita. Gelombang tersebut memang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Medan elektromagnetik dapat diuji dengan cara melihat siaran televisi apakah tiba-tiba salurannya terganggu tanpa sebab apapun. Jika kurang yakin, kalian dapat melakukan uji medan elektromagnetik dengan cara lain. Dengan mematikan arus listrik dan melihat apakah lampu neon tetap menyala redup/ remang walaupun sudah tidak dialiri listrik.
3) Perhatikan perilaku hewan-hewan yang ada di sekitar kalian. Apakah hewan-hewan tersebut bertingkah aneh atau gelisah. Sebab hewan memiliki naluri yang sangat tajam dan mampu merasakan gelombang elektromagnetis. Jika kalian melihat tanda-tanda seperti itu secara bersamaan sebaiknya kalian perlu waspada. Harus segera dilakukan tindakan pencegahan dan sebisa mungkin kita melakukan
tindakan penyelamatan diri. Tetapi jika gempa telah tiba dan kita sama sekali belum siap, maka selain berdoa dan pasrah kita harus cepat-cepat keluar ruangan menuju ke tempat yang lapang. Jika sudah di luar ruangan tetaplah tinggal di luar dan berusahalah berada di tempat yang terbuka, jauh dari pepohonan, tembok-tembok serta saluran-saluran kabel listrik. Usahakan jangan masuk ke dalam rumah atau bangunan.

Apa yang dapat dilakukan jika berada di dalam gedung dengan banyak orang? Kita tidak perlu panik dan ikut berdesak-desakan keluar. Jika itu yang terjadi maka kita akan terinjak-injak banyak orang dan tertimpa runtuhan bangunan. Sebaiknya yang perlu kita lakukan adalah berlindung di bawah meja atau mebel yang kokoh atau mencari sesuatu yang dapat melindungi kepala dan badan kita dari reruntuhan bangunan. Jika suasana telah tenang dan aman usahakan untuk keluar ruangan dan mencari tempat yang lebih aman lagi.

b. Tsunami
Gempa berkekuatan besar tentu saja ada dampak yang bias berwujud bencana jenis lain. Jika skala gempa besar dan pusat gempa berada di dasar laut maka gempa tersebut dapat menimbulkan gelombang tsunami. Gelombang tsunami adalah gelombang besar yang terbentuk dari dasar laut akibat adanya gempa.
Negara Indonesia terdiri atas kepulauan, tentunya banyak sekali pantai-pantai di sekitarnya yang dihuni oleh penduduk. Pada saat gelombang tsunami melanda Indonesia akhir tahun 2004 banyak penduduk yang menjadi korban. Banyaknya korban disebabkan karena banyak penduduk yang kurang paham dan bahkan tidak mengetahui bagaimana usaha yang perlu dilakukan ketika bencana datang. Sebenarnya jika kita mengetahui dan paham tentang tsunami maka jumlah korban dapat dikurangi. Berbagai upaya telah dilakukan sebagai usaha untuk mengurangi korban jika ada bencana datang. Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan membentuk kelompok-kelompok masyakarat yang paham akan bencana alam. Kepekaan dan keterampilan menyelamatkan diri secara individual maupun kelompok harus terus dilatih. Adapun langkah yang harus ditempuh oleh kelompok masyarakat dalam mengurangi jumlah kerugian akibat bencana sebagai berikut.
1) Melakukan pemetaan daerah rawan genangan tertinggi jika ada tsunami.
2) Membuat jalur evakuasi.
3) Menentukan dan memberi informasi tempat penampungan sementara yang cukup aman.
4) Berkoordinasi dengan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), kepolisian, pemerintah daerah, dan rumah sakit. Selain itu masyarakat juga harus memahami gejala-gejala yang tidak biasa terjadi.
5) Melakukan pertemuan rutin untuk menambah pengetahuan mengenai gempa dan tsunami. Jika masih kurang jelas, dapat mendatangkan ahli untuk memberi informasi.
6) Melakukan latihan secara reguler, baik terjadwal maupun tidak terjadwal.
7) Membuat kode tertentu yang dikenali masyarakat sekitar guna menandakan evakuasi.
8) Menyebarkan gambar peta evakuasi di pelosok daerah tempat tinggal masyarakat.

Adapun langkah yang perlu dilakukan tiap individu sebagai berikut.
1) Menyiapkan tas darurat yang berisi keperluan-keperluan mengungsi selama tiga hari seperti makanan, pakaian, suratsurat berharga atau obat-obatan.
2) Selalu merespon tiap latihan dengan serius sama seperti saat terjadinya gempa.
3) Selalu peka terhadap fenomena alam yang tidak biasa. Apabila kita peka sebenarnya alam telah memberikan tanda-tanda sebelum terjadinya tsunami.
Beberapa petunjuk yang diberikan alam antara lain berikut ini.
1) Adanya suara gemuruh di laut, hal ini akibat adanya pergeseran lapisan tanah.
2) Laut tiba-tiba menyurut sampai agak jauh ke tengah.
3) Karena surutnya laut maka akan tercium bau khas laut seperti bau amis.
4) Burung-burung laut terbang dengan kecepatan tinggi menuju daratan.
Dunia internasional juga ikut berperan serta dalam upaya menghadapi bencana alam tsunami. Tsunami paling sering terjadi di Samudra Pasifik karena gempa bumi dan letusan gunung berapi sering terjadi di sana. Pusat Peringatan Tsunami Internasional (International Tsunami Warning Center) didirikan di Hawaii untuk memantau terjadinya gempa bumi di sekitar Samudra Pasifik dan mengeluarkan peringatan kapan tsunami akan terjadi. Ketika gempa bumi besar terjadi, stasiun pengamatan di sekitar Samudra Pasifik menemukan pusat gempa (episentrum) dan mengirimkan informasi yang diperoleh ke pusat peringatan di
Hawaii. Jika gempa bumi dianggap cukup besar dan dapat menimbulkan tsunami, maka tempat-tempat di sekitar

Samudra Pasifik dalam status waspada dan peringatan dikeluarkan. Stasiun pasang di sekitar pantai juga memantau kedatangan tsunami.

c. Tanah Longsor
Tanah longsor merupakan jenis gerakan tanah. Tanah longsor sendiri merupakan gejala alam yang terjadi di sekitar kawasan pegunungan. Semakin curam kemiringan lereng suatu kawasan, semakin besar pula kemungkinan terjadi longsor. Longsor terjadi saat lapisan bumi paling atas dan bebatuan terlepas dari bagian utama gunung atau bukit. Pada dasarnya sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan daerah perbukitan atau pegunungan yang membentuk lahan miring. Lahan atau lereng yang kemiringannya melampaui 20° umumnya berbakat untuk bergerak atau longsor. Tapi tidak selalu lereng atau lahan yang miring berpotensi untuk longsor.

Secara garis besar faktor penyebab tanah longsor sebagai berikut.
1) Faktor alam
a) Kondisi geologi antara lain batuan lapuk, kemiringan lapisan tanah, gempa bumi dan letusan gunung api.
b) Iklim yaitu pada saat curah hujan tinggi.
c) Keadaan topografi yaitu lereng yang curam.

2) Faktor manusia
a) Pemotongan tebing pada penambangan batu di lereng yang terjal.
b) Penimbunan tanah di daerah lereng.
c) Penebangan hutan secara liar di daerah lereng.
d) Budidaya kolam ikan di atas lereng.
e) Sistem drainase di daerah lereng yang tidak baik.
f) Pemompaan dan pengeringan air tanah yang menyebabkan turunnya level air tanah.
g) Pembebanan berlebihan dari bangunan di kawasan perbukitan.

Usaha mitigasi bencana tanah longsor berarti segala usaha untuk meminimalkan akibat terjadinya tanah longsor. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menekan bahaya tanah longsor dibagi menjadi tiga, yaitu:

1) Tahap awal atau tahap preventif
Tahap awal dalam upaya meminimalkan kerugian akibat bencana tanah longsor adalah sebagai berikut.
a) Mengidentifikasi daerah rawan dan melakukan pemetaan.
b) Penyuluhan pencegahan dan penanggulangan bencana alam dengan memberikan informasi mengenai bagaimana dan mengapa tanah longsor.
c) Pemantauan daerah rawan longsor.
d) Perencanaan pengembangan sistem peringatan dini di daerah rawan bencana.
e) Menghindari bermukim atau mendirikan bangunan di tepi lembah sungai terjal.
f) Menghindari melakukan penggalian pada daerah bawah lereng terjal yang akan mengganggu kestabilan lereng sehingga mudah longsor.
g) Menghindari membuat sawah baru dan kolam pada lereng yang terjang karena air yang digunakan akan memengaruhi sifat fisik lereng. Lereng menjadi lembek dan gembur sehingga tanah mudah bergerak.
h) Menyebarluaskan informasi bencana gerakan tanah melalui berbagai media sehingga masyarakat mengetahui.

2) Tahap bencana
Usaha yang perlu dilakukan ketika suatu daerah terkena bencana tanah longsor antara lain berikut ini.
a) Menyelamatkan warga yang tertimpa musibah.
b) Pembentukan pusat pengendalian atau crisis center.
c) Evakuasi korban ke tempat yang lebih aman.
d) Pendirian dapur umum, pos-pos kesehatan, dan penyediaan air bersih.
e) Pencegahan berjangkitnya wabah penyakit.
f) Evaluasi, konsultasi, dan penyuluhan.

3) Tahap pascabencana
Setelah bencana tanah longsor terjadi, bukan berarti permasalahan selesai, tetapi masih ada tahapan yang perlu dilakukan untuk mengurangi jumlah kerugian, yaitu:
a) Mengupayakan mengembalikan fungsi hutan lindung seperti sediakala.
b) Mengevaluasi dan memperketat studi Amdal pada kawasan vital yang berpotensi menyebabkan bencana.
c) Penyediaan lahan relokasi penduduk yang bermukim di daerah bencana, dan di sepanjang bantaran sungai.
d) Normalisasi area penyebab bencana.
e) Rehabilitasi sarana dan prasarana pendukung kehidupan masyarakat yang terkena bencana alam secara permanen.
f) Menyelenggarakan forum kerja sama antardaerah dalam penanggulangan bencana.
Para ilmuwan mengkategorikan bencana tanah longsor sebagai salah satu bencana geologi yang paling bisa diperkirakan.

Ada tiga tanda untuk memantau kemungkinan terjadinya tanah longsor yaitu:
1) Keretakan pada tanah yang berbentuk konsentris (terpusat) seperti lingkaran atau paralel dan lebarnya beberapa sentimeter dengan panjang beberapa meter. Bentuk retakan dan ukurannya yang semakin lebar merupakan parameter ukur umum semakin dekatnya waktu longsor.
2) Penampakan runtuhnya bagian-bagian tanah dalam jumlah besar.
3) Kejadian longsor di satu tempat menjadi pertanda kawasan tanah longsor lebih luas lagi.

d. Gunung Berapi
Letusan gunung berapi dapat berakibat buruk bagi kehidupan sekitar baik manusia, tumbuhan, maupun hewan. Jika gunung berapi meletus maka magma yang ada di dalam gunung berapi meletus keluar sebagai lahar atau lava. Selain dari aliran lahar, dampak lain akibat gunung berapi meletus antara lain adanya aliran lumpur, hujan debu, kebakaran hutan, gas beracun, gelombang tsunami (jika gunung tersebut berada di dasar laut), dan gempa bumi.Usaha mitigasi untuk bencana alam gunung berapi adalah dengan cara mengevakuasi penduduk yang ada di sekitar gunung berapi. Terkadang usaha evakuasi ini menghadapi suatu dilema, misalnya ketika para ahli vulkanologi harus mengambil keputusan apakah gunung berapi yang dipantaunya akan meletus atau tidak. Jika gejala awal letusan gunung berapi begitu meyakinkan maka para ahli vulkanologi memutuskan untuk segera menginformasikan pada aparat pemerintah daerah untuk mengungsikan penduduk.

link:http://dhanipard76.blogspot.com/2009/01/cara-menghadapi-bencana-alam.html

penangulangan bencana



PRINSIP BANTUAN PMI

Dalam melaksanakan program bantuan, PMI mengantu beberapa prinsip bantuan antara lain:1. Darurat Seperti peranan Perhimpunan Nasional Palang Merah di negara-negara lain, bantuan penanggulangan bencana yang diberikan kepada korban bencana bersifat darurat dan bersifat komplimen/tambahan untuk membantu pemerintah dalam meringankan penderitaan korban bencana (auxiliary to the government)2. Langsung Bantuan PMI harus diberikan secara langsung oleh tenaga PMI kepada korban bencana, tanpa perantara, sehingga dapat langsung dirasakan oleh para korban.3. Beridentitas Palang MerahUntuk memudahkan pengenalan, pengendalian, pengawasan dan untuk meningkatkan citra PMI, serta kepercayaan donatur, Petugas PMI dalam penanggulangan korban bencana harus memakai tanda Palang Merah (PMI). Hal ini juga dilakukan pada tempat, sarana dan fasilitas yang digunakan oleh PMI di lapangan.4. Materi BantuanBantuan PMI kepada korban bencana adalah dalam bentuk Material (pangan atau non-pangan) dan Jasa (pendampingan, konseling dan advokasi)

TATA LAKSANA PROGRAM PENANGGULANGAN BENCANA
Di dalam melaksanakan tugas memberikan pertolongan dan bantuan kepada korban akibat bencana alam atau terjadinya konflik dilakukan oleh tenaga KSR dan TSR yang sudah terlatih di bawah komando PMI Cabang.
Setiap orang yang luka siapapun dia dan meskipun dia ikut serta dalam peristiwa kekerasan tersebut, dia mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pertolongan pertama . Petugas harus menggunakan seragam Palang Merah dan harus mempunyai akses kepada semua pihak, karena petugas tersebut bersifat netral dan tidak memihak. Tugasnya hanya membantu semua korban tanpa perbedaan.
Apabila dampak dari kejadian bencana alam atau konflik tersebut mengakibatkan pengungsian penduduk yang memerlukan penanganan bersama, maka PMI Cabang harus meminta bantuan penanganan kepada PMI Daerah bahkan sampai ke tingkat pusat.
Untuk menjaga kemungkinan terjadinya bencana baik bencana alam maupun bencana konflik, di beberapa daerah yang rawan harus dibentuk tim khusus yang disebut SATGANA (Satuan Siaga Penanggulangan Bencana). Anggota SATGANA tersebut terdiri dari dari anggota KSR dan TSR yang sudah terlatih dengan pengetahuan khusus. KSR yang masuk ke dalam Tim SATGANA dapat berasal dari KSR Unit Perguruan Tinggi atau KSR Unit PMI Cabang yang terpenting dapat melaksanakan tugas setiap saat diperlukan.
Apabila penanganan korban/pengungsi tersebut sangat komplek dan tidak mungkin ditangani oleh PMI sendiri, maka PMI dapat meminta bantuan /dukungan kepada Palang Merah Internasional dalam bentuk permohonan bantuan ( disaster appeal) ditujukan kepada IFRC, dan kepada ICRC bila itu bencana konflik.
Apabila diperlukan , PMI Pusat dan Daerah dapat bekerjasama dengan ICRC atau IFRC untuk membentuk sebuah tim khusus yang bertugas dalam kurun waktu tertentu hingga unsur PMI setempat mampu mengambil alih tugas-tugas yang dilaksanakan oleh Tim Khusus tersebut. Anggota Tim Khusus dapat direkrut dari unsur-unsur pengurus PMI, staf senior (Pusat, Daerah maupun Cabang), KSR terlatih dari lintas daerah dan KSR PMI Cabang setempatSecara umum, ada tiga fase dalam langkah-langkah penanggulangan bencana, yaitu fase prabencana, fase saat bencana terjadi, dan fase pasca- bencana. Dalam hal bencana tsunami yang menimpa Aceh (juga sebagian Sumatera Utara), dari ketiga fase ini, menurut pengamatan penulis, baru pada fase ketiga media massa umumnya memberikan perhatian penuh. Media massa mengerahkan kru dengan kekuatan ekstra untuk diterjunkan ke lapangan maupun sebagai "jangkar" di markas besar. Laporan para awak media massa ini diterbit- kan/disiarkan dengan frekuensi yang tinggi, mengabarkan hampir semua aspek penting yang terkait dengan bencana ini.
Hasilnya pun patut disebut positif (terlepas dari sejumlah liputan, terutama media televisi, yang bisa dikategorikan sebagai melanggar etika jurnalistik berkaitan dengan disturbing images alias gambar-gambar yang menusuk hati) karena berhasil menggerakkan emosi bangsa untuk ikut merasakan derita para korban, lalu mengulurkan bantuan konkret guna meringankan derita itu. Liputan luas media massa ini juga berhasil mempertemukan sejumlah keluarga yang semula tercerai-berai tak berkabar. Namun, keterlibatan media massa pada fase ketiga ini bisa juga berbuntut negatif apabila dijalankan tanpa pertimbangan yang ekstra hati-hati, antara lain kecenderungan untuk menjadikan derita para korban sebagai "jualan", entah untuk kepentingan bisnis murni atau bisa pula demi kepentingan lain, seperti keuntungan politik dan pencitraan diri.
Untuk fase kedua, kinerja media massa Indonesia masih mengecewakan. Bencana ini terjadi pada Minggu pagi, 26 Desember 2004, tetapi sebagian besar media massa Indonesia baru memperoleh informasinya dengan agak lengkap sekian jam kemudian. Memang ada sejumlah media, misalnya saja detik.com yang telah memberitakan peristiwa ini sejak pukul 08.30 di bawah judul "Gempa Berkekuatan Besar Guncang Medan". Baru pada pukul 10.11, detik.com memberikan informasi yang menyebutkan Aceh sebagai kawasan yang terkena bencana (di bawah judul "Banjir Bandang Landa Aceh").
Televisi Indonesia kelihatan tak sigap memberikan respons. Metro TV termasuk yang paling awal memberitakannya, tetapi itu pun terpaut cukup jauh sesudah peristiwa terjadi. Sejumlah televisi lain seperti tak begitu menaruh perhatian, dan baru sore hari bahkan malam harinya mulai agak gencar memberitakan bencana itu. Ada juga televisi yang baru memberitakannya sebagai breaking news pada pukul 22.00, sudah amat sangat terlambat dan sama sekali tak layak lagi disebut sebagai breaking news. Padahal berita ini sudah disiarkan oleh BBC dan CNN sejak menjelang tengah hari. BBC, menurut penulis, merupakan media yang terdepan memberitakan bencana ini, bahkan sudah memaparkan sejumlah data penting sebagai kelengkapan beritanya, misalnya saja data jumlah penduduk di wilayah yang terkena, juga peta yang relatif lengkap untuk memudahkan pemirsa membayangkan besaran bencana.
Keterlambatan media siaran dalam memberikan respons terhadap peristiwa-peristiwa penting, seperti bencana alam, agak sulit diterima. Dalam saat-saat genting seperti itu, hanya media siaranlah yang menjadi andalan utama masyarakat karena media cetak dan media on-line memiliki keterbatasan dari segi waktu maupun aksesibilitas.
Sosialisasi berkelanjutan
Media massa bahkan lebih abai lagi untuk urusan fase pertama, yaitu fase prabencana. Padahal, justru fase ini sangat berperan dalam menyediakan informasi-informasi dasar yang akan menjadi pegangan masyarakat saat berhadapan dengan bencana alam. Informasi yang disebarluaskan melalui media secara rutin dan berkala merupakan alat pendidikan informal bagi masyarakat tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan bencana alam, termasuk cara-cara dasar dan praktis menghadapinya. Salah satunya adalah ihwal sederhana seperti gejala menyurutnya air laut menjelang datangnya tsunami seperti disebutkan di awal tulisan ini.
Informasi yang disediakan oleh media massa ini akan menjadi semacam peringatan dini bagi masyarakat, yang mengingatkan mereka secara terus- menerus bahwa mereka berdiam di wilayah yang rentan bencana, dan harus bersiaga setiap saat untuk menghadapinya. Media massa juga bisa memfasilitasi diskusi publik mengenai kesiapan menghadapi bencana dan bagaimana cara meresponsnya.
Peran media massa sebagai alat penyebarluasan informasi yang utama menjadi sangat penting dalam penanggulangan bencana. Sejumlah pakar, di antaranya Stephen Rattien, menyebutkan bahwa komunikasi, terutama komunikasi melalui media massa, merupakan sesuatu yang sentral dalam upaya menyelamatkan banyak nyawa manusia serta juga mengurangi penderitaan dan kerugian yang besar secara ekonomi.
Dalam bencana alam yang sulit diramalkan seperti halnya tsunami, agak sulit pula bagi media massa untuk memberikan peringatan dini. Namun, jika proses sosialisasi informasi tentang tsunami ini dilakukan secara berkelanjutan, masyarakat akan terus-menerus diingatkan mengenai ancaman bencana dan akan lebih sigap dalam memberikan respons. Misalnya saja, masyarakat bisa mengidentifikasi lokasi-lokasi yang memiliki ketinggian berlebih, entah di rumah para tetangga yang bertingkat atau di daerah perbukitan, sebagai tempat yang dituju saat menyelamatkan diri.
Sayangnya, tak banyak media yang dengan sadar dan sukarela melakukan proses sosialisasi seperti ini. Untuk Indonesia, ada beberapa media cetak yang cukup rajin melakukan upaya ini, misalnya saja Kompas dan Ko- ran Tempo, dengan menggalang informasi secara berkala dari para pakar bencana, atau lembaga-lembaga resmi yang bertanggung jawab mengurusi masalah ini. Akan tetapi, untuk radio dan televisi, upaya sosialisasi semacam ini masih jarang terdengar. Kedua jenis media ini biasanya memberitakan bencana hanya pada saat-saat bencana terjadi atau memberikan peringatan ketika bencana sudah sangat dekat di depan mata.
Sebuah studi yang dilakukan di Puerto Riko beberapa tahun lalu menunjukkan bahwa keengganan sebagian besar media (terutama media siaran komersial milik swasta) melakukan sosialisasi berkelanjutan ini terkait dengan hitungan bisnis. Pihak berwenang dalam urusan bencana di negeri itu telah menyiapkan rekaman video dan audio yang berisi materi sosialisasi bencana, dan sudah dikirimkan ke sejumlah media penyiaran. Namun, pihak media menilai materi untuk keperluan sosialisasi itu tak sedramatis dibandingkan jika bencana itu benar-benar terjadi, atau dengan kata lain: tidak bisa mendatangkan uang. Media siaran tak mau menyediakan jam siar secara gratis karena itu sama artinya dengan mengurangi jam yang sebetulnya bisa dijual kepada pengiklan. Dalam kondisi seperti ini, salah satu andalan utama sumber informasi masyarakat adalah radio komunitas.
Bencana tsunami yang menyisakan derita panjang ini hendaknya dapat dijadikan titik tolak bagi media massa, khususnya media siaran, untuk meninjau ulang kebijakan pemberitaan mereka mengenai bencana alam. Sudah saatnya media massa menempatkan informasi tentang bencana alam sebagai salah satu prioritas utama sejak dari fase pra-bencana. Mungkin benar bahwa kebijakan seperti ini tidak mendatangkan keuntungan yang nyata. Namun, ia akan berperan sebagai bagian penting dari langkah pencegahan. Sebagaimana dikatakan Sekjen PBB Kofi Annan, "Strategi pencegahan yang lebih efektif tidak hanya akan menyelamatkan biaya puluhan miliar dollar, namun juga puluhan ribu jiwa…. Membangun sebuah budaya pencegahan tidaklah mudah. Biayanya harus dibayar saat ini, padahal keuntungannya baru akan kita petik jauh di masa datang."

link disini:http://setawiriawan.blogspot.com/2007/12/penanggulangan-bencana-alam.html"

Senin, 06 Desember 2010

Penanggungan Resiko

PENDAHULUAN
Pengertian Manajemen Proyek & Resiko
A. Manajemen Proyek
Ialah suatu suatu kegiatan yang menerjemahkan rencana pembangunan dan program dalam suatu kegiatan nyata (actions)

Ruang lingkup atau batasan proyek :
- Pemahaman maksud ‘proyek’
- Pastikan apa yg akan dilakukan dalam ‘proyek’
- Rincian kegiatan
- Umur proyek
- Evaluasi Proyek bertujuan untuk memperbaiki pemilihan investasi. Karena sumber-sumber yang tersedia bagi pembangunan adalah terbatas, sehingga diperlukan sekali adanya pemilihan antara berbagai macam proyek.
B. Manajemen Resiko
Mendengar kata resiko mungkin kita akan langsung berpikir ke sebuah kejadian yang mungkin terjadi, resiko mungkin saja terjadi dalam suatu proyek apabila proyek tersebut tidak di kerjakan dengan teliti. Resiko dapat memiliki pengertian tersendiri sesuai tempat dan kejadian dimana resiko itu akan muncul. Robert Charette mendefinisikan resiko sebagai kejadian dimasa mendatang yang dapat melibatkan perubahan pikiran, pendapat, aksi maupun tempat serta melibatkan pilahan dan ketidakpastian bahwa hal itu dilakukan.

Ketika kita membangun sebuah proyek hal yang harus kita hindari adalah resiko, karena kalau itu terjadi maka proyek yang kita kerjakan tidak akan berjalan dengan lancar atau bisa dibilang membutuhkan biaya yang cukup besar jika itu terjadi. Mungkin suatu proyek tidak akan lepas dari resiko, jadi sudah semestinya kita memanajemen resiko itu agar nantinya resiko itu tidak menjadi besar atau dengan kata lain kita meminimalisir kemungkinan resiko itu terjadi.

Manajemen resiko sangatlah penting di dalam suatu proyek, karena dengan adanya manajemen resiko semua aktivitas yang ada dalam proyek akan termonitori sehingga kemungkinan resiko terjadi akan sangat kecil.

Menurut Robert Charette resiko di bagi menjadi 3 kategori yaitu
1. Resiko yang telah diketahui
2. Resiko yang dapat diramalkan
3. Resiko yang tidak diharapkan

1. Resiko yang telah diketahui yaitu resiko yang terjadi di dalam suatu proyek setelah dilakukan suatu pengecekan atau evaluasi dengan penuh kehati-hatian dan ketelitian.

2. Resiko yang dapat diramalkan yaitu resiko yang telah diketahui dengan melihat resiko yang telah muncul sebelumnya.

3. Resiko yang tidak diharapkan yaitu resiko yang benar-benar terjadi dan sangat sulit diidentifikasi sebelumnya.


PEMBAHASAN
Pembuatan proyek Autofan dan usaha warnet serta penanggulangan resiko dari proyek tersebut

Sebelum membicarakan mengenai manajemen proyek, terlebih dahulu kita bahas apa sebenarnya proyek itu. Proyek adalah suatu pekerjaan besar yang dilaksanakan ataupun dibangun tanpa ada kesalahan sedikitpun. Karena kalau terjadi kesalahan maka akan memerlukan biaya yang cukup mahal untuk memperbaiki kesalahan itu. Agar suatu proyek dapat berjalan tanpa ada kesalahan mesti dilakukan tahap-demi tahap dalam proses pengerjaannya, tahap-tahap yang dimaksudkannya itu seperti proses pengerjaanya, ketelitian, dan keakuratan dalam mengambil suatu keputusan. Jadi manajemen proyek itu merupakan suatu pekerjaan yang besar yang hanya bisa dikerjakan sekali tanpa ada kesalahan.

Contoh manajemen proyek seperti pembuatan stadion sepak bola, pembuatan gedung bertingkat, pembuatan robot dan pembuatan alat-alat elektronik lainnya. Dari masing-masing contoh yang dipaparkan di atas kita dapat melihat bahwa dari proyek itu memerlukan biaya yang cukup mahal, jadi sudah tentu dalam pengerjaannya harus tidak ada kesalahan agar nantinya tidak memakan biaya yang besar. Dari masing-masing proyek di atas juga memiliki beberapa aktivitas yang mirip yaitu terdiri dari banyak tugas atau aktivitas. Proyek haruslah di pikirkan dengan matang proses penyelesainnya sehingga hasil yang didapatkan bisa memuaskan.

Aktivitas-aktivitas di dalam manajemen proyek sangat terjadwal dan terperinci, artinya dalam pengerjaannya harus berurutan dan berhubungan satu dengan yang lainnya. Hal yang paling di perhatikan juga adalah waktu, kadang-kadang ada proyek yang sulit ditaksirkan lama waktunya sehingga akan menyebabkan aktivitas dalam proyek tersendat.

Elemen terpenting yang menunjang suksesnya suatu proyek adalah manusia, karena manusia dapat mengembangkan, mencipta, dan dapat membuat manajemen di dalam suatu proyek berjalan. jadi manusia sangat berperan penting dalam mensukseskan suatu proyek.




1.Stop Loss / Stop Order Loss
Teknik ini merupakan teknik yang paling mudah dimana resiko yang kita ambil hanya sebatas berapa poin yang telah kita tentukan (misalnya 30 atau 50 poin dari harga yang kita ambil). Untuk menggunakan teknik stop loss kita memberikan stop order dibawah harga bila kita beli (buy order) atau diatas harga bila kita jual (sell order).
Contoh: Jika kita Buy USD/Yen 117.00 kita taruh stop loss / stop order sell di 116.50
Jadi bila harga turun ke 116.50 kita hanya rugi 50 poin.
2. Limit Order
Teknik ini merupakan teknik memesan order posisi di harga yang kita tentukan sendiri.Harga yang kita tentukan untuk masuk posisi buy atau sell, sehingga jika harga tersebut tidak tercapai maka kita tidak akan mengalami kerugian dan beban biaya. Limit order berlaku sampai dengan waktu penutupan New York Market (Good Till New York), penutupan market jumat (Good Till Friday), atau sampai limit tersebut dibatalkan (Good Till Cancel).
Contoh : Kita memasang limit order buy USD/Yen di 116.00 Kemudian harga hanya turun ke 116.50 lalu kembali naik ke 117.00, sehingga limit order tesebut tidak kena yang kemudian order tersebut dapat kita batalkan.
3. Hedging / Locking
Teknik ini merupakan teknik yang banyak digunakan trader, tetapi teknik ini harus digunakan dengan perhitungan yang matang. Teknik ini mengandung resiko dikarenakan kita harus menganalisa kapan kita membuka hedging / locking posisi tersebut. Kita juga akan dibebankan dengan biaya charge komisi dan interest swap 2 kali, sehingga dana kita harus cukup untuk membayar biaya tersebut. Teknik ini digunakan trader yang tidak ingin rugi sama sekali.
Contoh: Jika kita Buy USD/Yen 117.00 dan Sell USD/Yen di 116.90 kita membuka posisi buy 117.00 jika harga naik diatas 117.10 dan membuka posisi sell 116.90 jika harga turun di bawah 116.80.
4. Switching / Turn Over
Teknik merupakan teknik merubah posisi, dimana bila posisi yang kita buat salah kita membuang / melikuidasi posisi yang kita miliki dan mengganti dengan posisi baru yang berlawanan arah.
Contoh : Jika kita Buy USD/Yen 117.00 kemudian harga turun ke 116.80 kita melikuidasi posisi buy tersebut, kemudian mengambil posisi sell baru di 116.80.
5. Average
Teknik ini merupakan teknik koleksi posisi, dimana kita menambah posisi sama di harga yang berbeda. Teknik ini merupakan teknik yang membutuhkan modal besar, tetapi potensi keuntungan juga besar.
Contoh : Jika kita Buy USD/Yen 117.00 kemudian harga turun di 116.50 kita kemudian buy lagi diharga 116.50, dan jika harga turun lagi ke 116.00 kita buy lagi diharga tersebut, kemudian melepas posisi itu semua di jika harga naik ke 117.50.









Kesimpulannya adalah secara umum, meskipun tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap discount rate, manajemen risiko yang efektif dapat menjaga dan memperbaiki kondisi arus kas bersih perusahaan sehingga pada dasarnya nilai perusahaan dapat ditingkatkan dengan pengelolaan risiko yang efektif.





(Sumber 1 : http://parwadinawan.blogspot.com/2010/01/teori-manajemen-proyek-dan-resiko.html)
(Sumber 2 : http://jauari88.wordpress.com/2007/11/21/konsep-manajemen-proyek/ )
(Sumber 3 :http://masterpiace.blogspot.com/2010/01/manajemen-proyek-dan-manajemen-resiko_06.html )

(Sumber 4 : http://yodi-adhari.blogspot.com/2010/10/pengertian-manajemen-proyek-resiko.html)
(Sumber 5 : http://cwma.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=95&Itemid=66)